Ide apa yang ada
muncul di benak ketika Anda mempunyai sebuah cukuran kumis bekas dan tutup
deodoran bekas? Atau sebuah paralon bekas, fiber, dan per bekas? Mungkin Anda
akan langsung membuangnya karena barang-barang tersebut hanya sampah yang tak
berguna lagi. Tetapi, di tangan seniman unik ini, barang tersebut bisa
‘disulap’ menjadi sebuah alat musik hingga tidak hanya berakhir sebagai sampah
belaka.
Dodong Kodir
(60) adalah seniman unik tersebut. Di tangan kreatifnya, beragam alat musik
dibuat dengan bermodalkan limbah, apa pun jenisnya. Sejak tahun 1980-an Dodong
mengaku sudah membuat alat musik yang bahannya ia ambil dari sampah atau
limbah.
“Awalnya cuma
iseng bikin sulangsong karena teman butuh instrumen suling tapi yang suaranya
agak nge-bas untuk mengiringi tarian,” ujarnya saat ditemui di rumahnya di
Cisitu Lama, Bandung, Senin (12/3).
Berawal dari
keisengan tersebut, ternyata sulangsong (suling asal songsong) buatannya banyak
dipuji teman-temannya dan kerap dipakai sebagai salah satu instrumen untuk
mengiringi tarian. Dodong pun semakin termotivasi untuk membuat alat-alat musik
unik lainnya. Selain ingin membuat sesuatu yang unik dan belum pernah ada,
alasan lainnya membuat alat musik dari limbah ini adalah karena kecintaannya
pada lingkungan sekitar.
“Idenya ya
dari lingkungan sekitar saja. Saya lihat anak kecil menangis, muncul ide untuk
buat alat musiknya. Saya lihat tsunami, muncul ide untuk membuat bunyinya. Ini
juga sekaligus sebagai salah satu bukti peduli lingkungan,” lanjutnya.
Bunyi-bunyi
yang dihasilkan alat musik buatan Dodong ini terbilang unik dan mungkin tak
bisa dihasilkan oleh alat musik yang umum kita temukan. Selain itu, setiap alat
musik buatannya ini menyimpan cerita tersendiri di balik pembuatannya. Misalnya
tornadong, alat musik ini menghasilkan suara gemuruh yang menggelegar seperti
petir. Dodong membuatnya sekitar tahun 1999 ketika ada bencana angin tornado di
Amerika Serikat.
“Waktu itu
lihat berita di tv kalau ada tornado di Amerika. Dari situ kepikiran buat bikin
suaranya,” ujar seniman kelahiran Tasikmalaya, 8 November 1961 ini.
Selain
tornadong, ada juga sagara. Alat musik yang satu ini bisa menghasilkan bunyi
ombak yang ribut. Jika tornadong terinspirasi dari bencana tornado, maka sagara
ini terinspirasi dari bencana tsunami yang menghancurkan Aceh, 2004 lalu.
“Ternyata
limbah itu kaya bunyi dan punya pesan tersendiri. Misalnya ini, tornadong dan
sagara kalau dibunyikan seperti suara bencana. Pesannya, jika kita tidak
menjaga lingkungan, bukan tidak mungkin bencana akan datang,” ujar bapak tiga
anak ini.
Selain alat
musik yang menghasilkan suara bernuansa alam, ada juga alat musik yang
menghasilkan suara-suara binatang. Kotrek misalnya, alat musik yang hanya
terbuat dari cukuran kumis bekas dan tutup deodoran bekas ini bisa menghasilkan
bunyi kodok. Selain itu ada dengerdong, alat musik yang bisa menghasilkan suara
serangga. Ketika World Cup 2010 berlangsung di Afrika Selatan, ia pun membuat
alat musik yang berbunyi auman singa.
Hal unik
lainnya dari alat musik buatan Dodong ini selain bunyinya adalah namanya.
Beberapa alat musik ciptaannya diberi akhiran ‘dong’, misalnya bassdong, alpedo
(alat petik dodong), tornadong, dengerdong, dan lain-lain. Menurutnya, ini
sebagai ciri khas bahwa alat musik tersebut adalah buatannya.
Berkat
kreativitasnya dalam membuat alat-alat musik limbah ini, Dodong pun sempat
berkelana ke berbagai negara di dunia. Tahun 1996, untuk pertama kalinya ia
pergi ke Denmark. Di Kopenhagen, ia mengiringi instalasi seni rupa dalam sebuah
Pameran Kontainer. Kemudian di penghujung tahun yang sama, ia pergi ke Jepang
untuk mengiringi teater musikal kolaborasi tiga negara, yaitu Jepang, Filipina,
dan Indonesia. Saat itu ia diajak oleh Teater Payung Hitam Bandung.
Sepuluh tahun
kemudian, tepatnya 28 September 2006, ia berkesempatan mengunjungi Yunani untuk
mengikuti festival wayang. Masih di tahun yang sama, ia juga sempat melancong
ke negerinya Menara Eiffel, Perancis. Saat itu ia ikut berpartisipasi dalam
acara 100 tahun mengenang Mozart sekaligus 60 tahun UNESCO. Di ajang orkestra
ini, ia pun sempat satu panggung dengan beberapa musisi ternama dunia.
Tahun 2008,
giliran Vietnam yang ia kunjungi. Saat itu Dodong mengikuti acara “The First
International Marionette Festival”, sebuah festival wayang internasional yang
digelar di Hanoi. Masih di tahun yang sama, ia pun melancong ke Siprus untuk
mengikuti festival wayang juga. Tahun 2009, Dodong berkesempatan ikut dalam
festival wayang lainnya di negeri matador Spanyol, yaitu “Festival
Internacional de Titenes de Canarios”.
Kemudian pada
2010 ia berkunjung ke Belgia. Saat itu ia datang bersama rombongan yang
diketuai oleh Didi Petet. Tujuannya untuk memperkenalkan batik, mengenang
Rendra, dan mencari dana untuk gempa Sumatera. Selain itu, mereka pun sempat
main musik di Museum Instrument and Music (MIM) di sana. Di beberapa negara
seperti Siprus, Spanyol, dan Jepang, Dodong juga menyimpan beberapa alat musik
buatannya di museum.
“Tinggal ke
Arab aja nih, buat naik haji. Hehe,” ujarnya sambil terkekeh.
Saat ini,
Dodong sendiri sedang membangun sebuah galeri yang akan ia gunakan untuk
menyimpan karya-karyanya yang jumlahnya kurang lebih 100 buah itu. Ia ingin
agar karyanya bisa dinikmati dan berguna bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga
untuk orang lain. Dalam membangun galeri yang berlokasi di Jalan Cisitu Lama
tersebut, Dodong mengaku mendapat bantuan dana juga dari gubernur Jabar, Ahmad
Heryawan. Desember tahun lalu ia bersama beberapa seniman lain mendapatkan dana
hibah renovasi.
“Ya itu salah
satu bentuk perhatian dari pemerintah, walaupun ternyata masih kurang untuk
membuat galeri ini,” ujar mantan pangrawit di STSI Bandung ini.
Kendala dana
pun ia hadapi bukan hanya untuk membangun galeri, tetapi untuk membuat hak
paten atas alat-alat musik ciptaannya. Sampai saat ini belum satu pun alat
musik buatannya yang memiliki hak paten.
“Belum
dipatenkan karena mahal biayanya. Tapi ke depannya ya ingin dipatenkan, kalau
ada duitnya. Hehe,” ujarnya. ***
Catatan: Ini tulisan udah lama sebenernya, sekitar sebulan lalu. Baru sempet dipost sekarang, lumayan lah daripada dibuang. :D Tapi sayangnya foto-fotonya hilang entah kemana :(