Thursday, April 19, 2012

Modal Sampah Bisa Keliling Dunia

Ide apa yang ada muncul di benak ketika Anda mempunyai sebuah cukuran kumis bekas dan tutup deodoran bekas? Atau sebuah paralon bekas, fiber, dan per bekas? Mungkin Anda akan langsung membuangnya karena barang-barang tersebut hanya sampah yang tak berguna lagi. Tetapi, di tangan seniman unik ini, barang tersebut bisa ‘disulap’ menjadi sebuah alat musik hingga tidak hanya berakhir sebagai sampah belaka.
Dodong Kodir (60) adalah seniman unik tersebut. Di tangan kreatifnya, beragam alat musik dibuat dengan bermodalkan limbah, apa pun jenisnya. Sejak tahun 1980-an Dodong mengaku sudah membuat alat musik yang bahannya ia ambil dari sampah atau limbah.
“Awalnya cuma iseng bikin sulangsong karena teman butuh instrumen suling tapi yang suaranya agak nge-bas untuk mengiringi tarian,” ujarnya saat ditemui di rumahnya di Cisitu Lama, Bandung, Senin (12/3).
Berawal dari keisengan tersebut, ternyata sulangsong (suling asal songsong) buatannya banyak dipuji teman-temannya dan kerap dipakai sebagai salah satu instrumen untuk mengiringi tarian. Dodong pun semakin termotivasi untuk membuat alat-alat musik unik lainnya. Selain ingin membuat sesuatu yang unik dan belum pernah ada, alasan lainnya membuat alat musik dari limbah ini adalah karena kecintaannya pada lingkungan sekitar.
“Idenya ya dari lingkungan sekitar saja. Saya lihat anak kecil menangis, muncul ide untuk buat alat musiknya. Saya lihat tsunami, muncul ide untuk membuat bunyinya. Ini juga sekaligus sebagai salah satu bukti peduli lingkungan,” lanjutnya.
Bunyi-bunyi yang dihasilkan alat musik buatan Dodong ini terbilang unik dan mungkin tak bisa dihasilkan oleh alat musik yang umum kita temukan. Selain itu, setiap alat musik buatannya ini menyimpan cerita tersendiri di balik pembuatannya. Misalnya tornadong, alat musik ini menghasilkan suara gemuruh yang menggelegar seperti petir. Dodong membuatnya sekitar tahun 1999 ketika ada bencana angin tornado di Amerika Serikat.
“Waktu itu lihat berita di tv kalau ada tornado di Amerika. Dari situ kepikiran buat bikin suaranya,” ujar seniman kelahiran Tasikmalaya, 8 November 1961 ini.
Selain tornadong, ada juga sagara. Alat musik yang satu ini bisa menghasilkan bunyi ombak yang ribut. Jika tornadong terinspirasi dari bencana tornado, maka sagara ini terinspirasi dari bencana tsunami yang menghancurkan Aceh, 2004 lalu.
“Ternyata limbah itu kaya bunyi dan punya pesan tersendiri. Misalnya ini, tornadong dan sagara kalau dibunyikan seperti suara bencana. Pesannya, jika kita tidak menjaga lingkungan, bukan tidak mungkin bencana akan datang,” ujar bapak tiga anak ini.
Selain alat musik yang menghasilkan suara bernuansa alam, ada juga alat musik yang menghasilkan suara-suara binatang. Kotrek misalnya, alat musik yang hanya terbuat dari cukuran kumis bekas dan tutup deodoran bekas ini bisa menghasilkan bunyi kodok. Selain itu ada dengerdong, alat musik yang bisa menghasilkan suara serangga. Ketika World Cup 2010 berlangsung di Afrika Selatan, ia pun membuat alat musik yang berbunyi auman singa.
Hal unik lainnya dari alat musik buatan Dodong ini selain bunyinya adalah namanya. Beberapa alat musik ciptaannya diberi akhiran ‘dong’, misalnya bassdong, alpedo (alat petik dodong), tornadong, dengerdong, dan lain-lain. Menurutnya, ini sebagai ciri khas bahwa alat musik tersebut adalah buatannya.
Berkat kreativitasnya dalam membuat alat-alat musik limbah ini, Dodong pun sempat berkelana ke berbagai negara di dunia. Tahun 1996, untuk pertama kalinya ia pergi ke Denmark. Di Kopenhagen, ia mengiringi instalasi seni rupa dalam sebuah Pameran Kontainer. Kemudian di penghujung tahun yang sama, ia pergi ke Jepang untuk mengiringi teater musikal kolaborasi tiga negara, yaitu Jepang, Filipina, dan Indonesia. Saat itu ia diajak oleh Teater Payung Hitam Bandung.
Sepuluh tahun kemudian, tepatnya 28 September 2006, ia berkesempatan mengunjungi Yunani untuk mengikuti festival wayang. Masih di tahun yang sama, ia juga sempat melancong ke negerinya Menara Eiffel, Perancis. Saat itu ia ikut berpartisipasi dalam acara 100 tahun mengenang Mozart sekaligus 60 tahun UNESCO. Di ajang orkestra ini, ia pun sempat satu panggung dengan beberapa musisi ternama dunia.
Tahun 2008, giliran Vietnam yang ia kunjungi. Saat itu Dodong mengikuti acara “The First International Marionette Festival”, sebuah festival wayang internasional yang digelar di Hanoi. Masih di tahun yang sama, ia pun melancong ke Siprus untuk mengikuti festival wayang juga. Tahun 2009, Dodong berkesempatan ikut dalam festival wayang lainnya di negeri matador Spanyol, yaitu “Festival Internacional de Titenes de Canarios”.
Kemudian pada 2010 ia berkunjung ke Belgia. Saat itu ia datang bersama rombongan yang diketuai oleh Didi Petet. Tujuannya untuk memperkenalkan batik, mengenang Rendra, dan mencari dana untuk gempa Sumatera. Selain itu, mereka pun sempat main musik di Museum Instrument and Music (MIM) di sana. Di beberapa negara seperti Siprus, Spanyol, dan Jepang, Dodong juga menyimpan beberapa alat musik buatannya di museum.
“Tinggal ke Arab aja nih, buat naik haji. Hehe,” ujarnya sambil terkekeh.
Saat ini, Dodong sendiri sedang membangun sebuah galeri yang akan ia gunakan untuk menyimpan karya-karyanya yang jumlahnya kurang lebih 100 buah itu. Ia ingin agar karyanya bisa dinikmati dan berguna bukan hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk orang lain. Dalam membangun galeri yang berlokasi di Jalan Cisitu Lama tersebut, Dodong mengaku mendapat bantuan dana juga dari gubernur Jabar, Ahmad Heryawan. Desember tahun lalu ia bersama beberapa seniman lain mendapatkan dana hibah renovasi.
“Ya itu salah satu bentuk perhatian dari pemerintah, walaupun ternyata masih kurang untuk membuat galeri ini,” ujar mantan pangrawit di STSI Bandung ini.
Kendala dana pun ia hadapi bukan hanya untuk membangun galeri, tetapi untuk membuat hak paten atas alat-alat musik ciptaannya. Sampai saat ini belum satu pun alat musik buatannya yang memiliki hak paten.
“Belum dipatenkan karena mahal biayanya. Tapi ke depannya ya ingin dipatenkan, kalau ada duitnya. Hehe,” ujarnya. ***

Catatan: Ini tulisan udah lama sebenernya, sekitar sebulan lalu. Baru sempet dipost sekarang, lumayan lah daripada dibuang. :D Tapi sayangnya foto-fotonya hilang entah kemana :(





No comments:

Post a Comment