Monday, February 27, 2012

League of Change: Menghapus Stigma dan Diskriminasi dengan Sepak Bola

Ini gw post salah satu liputan iseng tentang League of Change (Liga Perubahan), sebuah turnamen sepak bola yang diikuti Orang dengan HIV-AIDS (ODHA), mantan pengguna NAPZA, dan orang termarjinalkan lainnya, pertama di Indonesia. Iseng karena emang awalnya gak niat buat ngeliput. Oiya tulisan ini juga dimuat di Tribun Jabar edisi Senin (27/2).

Suasana Kota Bandung Minggu (26/2) pagi cukup cerah. Di sepanjang jalan Ir. H. Juanda atau yang lebih dikenal dengan Dago seperti biasa diadakan Car Free Day (CFD). Tak jauh dari sana, tepatnya di Lapangan Pulosari, Jalan Balubur Bandung pagi itu suasana tampak berbeda. Masyarakat terlihat berkumpul mengelilingi sebuah lapangan sepak bola mini di bawah jalan layang Surapati. Ada keramaian apa di sana? Selidik punya selidik ternyata di sana dilangsungkan League of Change (Liga Perubahan) 2012.

Logo League of Change. (Foto courtesy of persibholic.com)
League of Change (LoC) ini merupakan sebuah liga sepak bola jalanan (street soccer) yang diselenggarakan oleh Rumah Cemara, sebuah organisasi berbasis komunitas untuk Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA) dan pengguna Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA). Turnamen street soccer ini merupakan sebuah kompetisi yang pertama digelar di Indonesia. Dalam turnamen ini, sebanyak 120 peserta ikut ambil bagian. Mereka tidak hanya berasal dari Jawa Barat, tetapi dari provinsi lain, yaitu DKI Jakarta, Banten, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan DI Yogyakarta.
Masyarakat menonton League of Change di Lapangan Pulosari, di bawah jalan layang Pasupati, Kota Bandung, Minggu (26/2).

 Deradjat Ginandjar Koesmayadi, Founder Rumah Cemara, mengatakan bahwa tujuan diselenggarakannya LoC ini adalah untuk memberikan kesempatan kepada ODHA, mantan pengguna NAPZA, dan orang termarjinalkan lainnya untuk bisa meningkatkan kualitas hidupnya. Selain itu, juga untuk mengurangi stigma dan diskriminasi masyarakat kepada mereka.

“Ini memberikan gambaran kepada masyarakat bahwa kami pun bisa melakukan sesuatu yang positif,” ujar Ginan, sapaan akrab Deradjat, ketika ditemui di tempat acara, Minggu (26/2) pagi.

Selain itu, menurut Karmala Wardani humas Rumah Cemara, turnamen ini juga merupakan ajang seleksi pemain untuk mewakili Indonesia dalam ajang Homeless World Cup 2012 yang akan dilangsungkan di Meksiko bulan September mendatang. Dari turnamen ini nantinya akan dipilih 15 orang. Selanjutnya, mereka akan diseleksi lagi dan diwawancara hingga mengerucut menjadi 8 orang terbaik untuk mewakili Indonesia di Meksiko.

“Rumah Cemara yang ditunjuk sebagai National Organizer Indonesia Homeless World Cup harus mempopulerkan kegiatan ini. Tahun 2011 kemarin, yang berangkat kebanyakan dari Bandung dan saya rasa itu belum merepresentasikan Indonesia. Walaupun belum diikuti semua provinsi, tapi tahun ini ada 8 provinsi yang ikut. Lebih banyak dari tahun kemarin,” ujar Karmala. 

Pada Homeless World Cup 2011 di Perancis, Indonesia yang diwakili Rumah Cemara ikut berpartisipasi. Dalam kejuaraan yang diikuti 64 negara itu, Indonesia berada di peringkat ke-6 serta meraih penghargaan best newcomer team. Selain itu prestasi Indonesia semakin lengkap setelah Ginan juga terpilih sebagai pemain terbaik.
Pertandingan pembuka Sumut vs DI Yogyakarta

Sekitar pukul setengah sepuluh pagi, turnamen LoC dibuka secara simbolis dengan penendangan bola ke gawang oleh Brigjen Polisi Anang Pratanto selaku perwakilan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Barat. Sebelumnya, ada sambutan dari Camat Bandung Wetan, Yayan Ahmad, kemudian dari direktur Rumah Cemara, Ikbal Rahman. Hadir pula dr. Rita, Wakil Ketua Harian Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Kota Bandung, dan Inang Winarso, Asisten Deputi Program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Nasional. Dalam sambutannya, semua menyambut positif kegiatan ini.

“Ini satu inspirasi bagi kita semua. Mungkin di setiap peringatan Hari AIDS Nasional tidak harus diisi dengan upacara-upacara yang sifatnya seremonial, tetapi justru diisi dengan kegiatan-kegiatan pertandingan sepakbola seperti ini yang lebih konkrit bagi masyarakat,” ujar Inang Winarso.

Beraksi
Di lapangan terbuka dengan panjang 25 meter dan lebar 15 meter dan beratapkan jalan layang, para peserta tampak antusias mengikuti turnamen yang menggunakan sistem setengah kompetisi ini. Tampil pada pertandingan pembuka, tim dari DI Yogyakarta melawan tim dari Sumatera Utara. Dalam permainan mengolah kulit bundar 4 lawan 4 tersebut berakhir dengan kemenangan Sumatera Utara dengan skor 6-0. Sedangkan pada pertandingan kedua, tim dari Jawa Barat berhasil melibas tim dari Sulawesi Selatan dengan skor telak, 11-1.

Merangkai mimpi ke piala dunia

Antusiasme dan semangat juga ditunjukkan oleh para peserta yang datang jauh dari luar pulau lainnya, seperti Sulawesi Selatan dan Kalimantan Selatan. Kapten tim Sulawesi Selatan, Rahman Rahim, mengatakan mereka datang jauh dari Makassar dengan tujuan utama untuk berpartisipasi dan menunjukkan eksistensi mereka.

 “Di Makassar, stigmanya masih ada cuman tidak sebesar dulu. Dengan kegiatan ini kita ingin memperlihatkan kepada masyarakat Sulawesi bahwa kita bisa melakukan hal yang positif,” ujar Rahman yang juga merupakan Koordinator Yayasan Peduli Dukungan Sebaya (YPDS) Makassar.

 Menjadi juara memang bukan tujuan utama Rahman dan kawan-kawannya datang jauh-jauh ke Bandung. Seperti halnya yang disampaikan Karmala, bahwa LoC bukanlah semata-mata sebuah kompetisi sepakbola untuk meraih prestasi melainkan sebuah kampanye sosial untuk memberikan kesempatan yang sama kepada kelompok marjinal untuk mengaktualisasikan dirinya melalui sepakbola.

Kita tidak bisa hanya memberikan penyuluhan karena pengetahuan dari masyarakat juga sangat terbatas. Jadi perlu pendekatan yang sangat taktis dan strategis, oleh karena itu kita menggunakan sepakbola karena sepakbola ini populer di masyarakat dan bisa diterima di semua kalangan masyarakat,” ujar Karmala.

Dalam menyelenggarakan kompetisi ini, Rumah Cemara mendapat dukungan melalui Allan Taylor Grant dari Department of Foreign and Trade, Kedutaan Besar Australia. Kompetisi LoC sendiri dijadwalkan berlangsung hingga Selasa (28/2). Dalam kompetisi ini peserta dibagi menjadi dua grup. Di grup A tergabung tim dari Sumatera Utara, DI Yogyakarta, Banten, dan Jawa Timur. Sedangkan grup B diisi oleh tim dari Jawa Barat, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan DKI Jakarta. Kemudian dari setiap grup, tim yang tampil sebagai juara grup akan melawan runner up grup lainnya hingga tersisa 2 tim untuk berlaga di partai final.
Trofi LoC

Trofi yang akan diperebutkan peserta LoC ini terbilang cukup unik. Trofi tersebut terbuat dari bola yang penuh dengan tusukan jarum suntik dan disangga empat botol obat-obatan, serta didampingi sebuah sepatu sepakbola. Menurut Ginan, trofi tersebut mempunyai makna bahwa walaupun beberapa dari mereka hidup dengan HIV AIDS atau NAPZA, bisa menggunakan sepakbola sebagai salah satu alat untuk meningkatkan kualitas hidupnya serta sebagai sebuah bentuk pemberdayaan sosial.

Itulah kenapa simbolnya sepatu dan bola dengan jarum suntik. Karena itulah (sepakbola) yang menyatukan kami,” ujar Ginan.

No comments:

Post a Comment